Rabu, 01 April 2009

EFORIA FEVER YANG TAK KUNJUNG SEMBUH

(oleh : Muhammad Iqbal EL Mubarak)

Sejarah mencatat bahwasanya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI,red) ikut andil di dalam penumpasan G30S/PKI di bumi nusantara tercinta ini. Pun sejarah mencatat HMI merupakan organisasi mahasiswa islam kali pertama di republik ini yang diikrarkan pada 5 Februari 1947 M (14 Rabbiul Awal 1366 H) oleh seorang mahasiswa bernama Lafran Pane yang ketika itu berstatuskan mahasiswa di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII,red)di Yogyakarta. Seiring bertambahnya waktu HMI terus mengalami fluktuasi didalam perjuangannya. Apakah HMI terus mengalami kemajuan ? kemunduran ? dan atau bahkan status quo ? alias hidup segan matipun tak mau, tentunya dapat dirasakan sendiri oleh para kader yang apabila mempunyai sense of crisis yang tinggi.

44 Indikator Kemunduran HMI buah karya Prof.DR.H.Agus Salim Sitompul merupakan research ilmiah yang seharusnya dapat diambil benang merah nya oleh para kader HMI dimasing-masing basisnya berada. Tapi sayangnya buah karya tersebut hanya menjadi pelengkap referensi buku HMI oleh para kader yang setelah dibaca kembali menjadi pajangan untuk memenuhi rak-rak buku perpustakaan HMI yang tidak dapat diambil makna tersiratnya oleh pembaca yang mengaku kader HMI. Quo Vadis HMI di abad 21 ini ? Apakah HMI hanya menjadi pelengkap sekaligus peramai Organisasi Kepemudaan (OKP) di negeri ini ? Kemanakah lokomotor perubahan itu ? Apakah tidak pernah lahir kembai Lafran Pane-Lafran Pane junior ? Salah siapakah semua ini ? Apakah salah para senior HMI yang salah mengkader ? Dan ataukah salah kurikulum perkaderan yang metodenya sudah dianggap kuno (sahut Caknur,red) ?

Di usia HMI yang kian bertambah menjadi 62 tahun pada tanggal 05 Februari 2009 kemarin (separoh abad,red), sudah dirasa sangat matang bagi organisasi seperti HMI untuk dapat berintropeksi secara massif guna memikirkan permasalahan umat yang kian mengalami kemorosotan baik dalam keagamaaan maupun kebangsaan. Semboyan Yakin Usaha Sampai dirasa hanya menjadi wacana dongeng saja karna pada faktanya kader HMI tidak pernah Yakin dan mau Berusaha dalam setiap hal sehingga HMI seperti pujangga muda yang terlena oleh dongeng modernitas yang kemudian melahirkan generasi instant yang konsumtif dan tidak produktif. “Allah SWT Tidak Akan Merubah Nasib Suatu Kaum Kecuali Kaum Itu Sendiri Yang Merubahnya”(Q.S 13:11), sangat jelas makna tersiratnya di surat ini, bahwasanya Allah Swt tidak akan mengintervensi manusia didalam hal apapun dan hanya manusia yang berusaha sajalah yang akan mendapatkan hasil atas usaha yang dilakukannya dengan penuh keyakinan.

Cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose” (AS Hornby). Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan, memiliki integritas yang utuh: beriman, berilmu, dan beramal saleh sehingga siap mengemban tugas kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terciptanya Manusia Paripurna yaitu manusia yang fathonah, amal, sidiq, dan tabliq (Insan Kamil,red) merupakan tujuan HMI yang sebenarnya. Tapi kenapa seiring bertambahnya waktu, HMI malah terus mengalami kemunduran-kemunduran yang diperparah lagi dengan apologi-apologi kadernya bahwa mereka tidak termasuk kedalam penyebab mundurnya HMI.

Tidak ada alasan klise lagi bagi kita yang mengaku kader HMI untuk menyalahkan keadaan dengan kondisi kekinian. Karna apa ? Karna kondisi kekinian telah ikut beradaptasi dengan lingkungannya sehingga kita yang mengaku kader HMI untuk dapat juga mengikuti perkembangan zaman. Selain teknologi yang semakin tinggi, trend era spiritual (god spot) sekarang juga sudah memasuki ranah kemodernan dan globalisasi ini. Menjadi sangat jelas bahwasanya kader HMI harus berubah dan dapat berdiri tegak di tengah-tengah segala permasalahan keumatan dan kebangsaan yang melanda negeri tercinta ini.

Janganlah menjadi kader yang NATO (No Action Talk Only), tapi jadilah kader yang dapat berbuat untuk umat dan bangsa ini. Cukupkan sudah Eforia Fever untuk berhenti dan terhapus di usia ke-62 tahun ini, karna Eforia Fever itu hanya semu dan menjadi boomerang diri sendiri didalam menjalankan amanah yang kelak nanti akan dipertanggung jawabkan di pengadilan mahsyar.

Carikan segera treatment nya dengan pengaktifan kembali budidaya membaca/membedah isi buku, dan diskusi-diskusi ilmiah kontemporer. Eforia Fever menjadikan kita terjerembab di lubang eklusivisme yaitu pemahaman-pemahaman yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh karna didapatkan melalui pemahaman yang salah dan terkesan doktrin peradaban.

Di penghujung harapan, penulis berharap kepada Tuhan YME, mudah-mudahan para kader HMI tidak menjadi sampah rakyat yang selain tidak berguna juga malah menjadi penghancur moral bangsa. Junjunglah nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) HMI sesuai garis orbitnya, niscaya kemorosatan yang saat ini HMI sedang alami akan menjadi gelombang perubahan yang diinginkan yaitu Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan terwujudnya masyarkat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

  1. Adalah kejahatanjika kita mampu menghabiskan dana berjuta2 u kepanitiaan, tetapi membiarkan sebagian teman2 kita kesulitan akademis gara2pendanaan.
  2. Adalah apatisjika kita mau menolong rekan kita yang kesulitan, tetapi tutup mata terhadap kondisi di masyarakat
  3. Adalah omong kosongjika kita mampu mengguncang pagar istana, MPR/DPR, tetapi meninggalkan profesionalitas dalam amal, kesantunan berbirokrasi, transparansi keuangan dan tanggung jawab dalam setiap kegiatan

Karena pergerakan mahasiswa

menuntut integralitasdan kesempurnaan


Muhammad Iqbal El Mubarak

BERGERAK UNTUK BERFIKIR



[4] Prof.Dr.H.Agussalim Sitompul, SEJARAH PERJUANGAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (1947-1975), (Jakarta: CV Misaka Galiza,2008)

2 Prof.Dr.H.Agussalim Sitompul, 44 INDKATOR KEMUNDURAN HMI: Suatu Kritik dan Koreksi Untuk Kebangkitan Kembali HMI, (Jakarta: CV Misaka Galiza,2005)

3 Syafinuddin Al Mandari, DEMI CITA-CITA HMI, (Jakarta: PT.Karya Multi Sarana,2003)

4 Q.S

5 Nurcholish Madjid, ISLAM KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN, (Bandung, PT Mizan Pustaka,2008)

PERTANYAKAN KEMBALI VISI, MISI MEREKA

PERTANYAKAN KEMBALI VISI, MISI MEREKA

Dinamika perjalanan perpolitikan di Indonesia seakan takkan pernah padam oleh zaman. Trend adu retorika dengan menjanjikan akan kesejahteraan menjadi manuver-manuver canggih ketika penyampaian di sebuah kampanye. Kesemua itu akan terasa indah apabila didasarkan dengan etika dan moral politik yang benar. Karna bangsa ini dari dulunya terkenal dengan bangsa yang beretika dan bangsa yg bermoral yaitu bangsa yg mengedepankan kasih sayang antar sesama, gotong royong, dan tenggang rasa di dalam pergaulan sehari-hari . Sedih terasa ketika melihat fenomena hari ini yang mana menjelang detik-detik pesta demokrasi terhitung tinggal beberapa hari lagi ini, sangat banyak pelanggaran-pelanggaran yg dilakukan oleh para putra bangsa yg mengaku berintelek, amanah, jujur, bersih, dan tanggung jawab akan tetapi pada faktanya tidak sedemikian benar dibandingkan dengan kalimat-kalimat bijak serta santun yang terpampang di spanduk2 yg memenuhi seantero negeri ini. Pelanggaran itu antara lain ; Pertama, adanya pelibatan anak di bawah umur (bocah ingusan,red) yg diikutsertakan berkampanye caleg partai dan bahkan menduduki garis terdepan ketika berkampanye. Kedua, adanya penggunaan kendaraan dinas untuk berkampanye yg sangat-sangat tidak fer dan tentunya tidak mencerminkan kedisiplinan di dalam berkampanye. Ketiga, adanya penggunaan hiburan tarian erotis di dalam berkampanye. Untuk yang satu ini sangatlah fatal menurut penulis, karna pelanggaran yang ketiga ini memang tidak ada secara tersurat di dalam roule of the game berkampanye, akan tetapi ada secara tersirat karna semua ini menyangkut etika, moral, dan martabat bangsa. Karna penggunaan hiburan tarian erotis tersebut tidak mencerminkan putra bangsa yg berintelektualitas (Insan Kamil,red) dan justru mencerminkan rendahnya intelektualitas (bukan terpelajar, red) karna lebih mengedepankan hawa nafsu yang tentunya dapat dikatakan tidak bermoral. Akan seperti apa pemimpin-pemimpin bangsa ini di kemudian harinya, yang pada hari ini saja sudah jelas kepribadian-kepribadian asli mereka yg tidak mencerminkan seorang pemimpin yg amanah, jujur,bersih dan bertanggung jawab yg kesemuanya itu bertolak belakang 3600 dengan slogan-slogan pembenaran yg tertulis di spanduk-spanduk seantero negeri ini. Mau dibawak kemana bangsa ini kalau calon pemimpin-pemimpin nya seperti kategori yang tertulis di atas tadi ? Yang menghalalkan segala cara untuk menjadi pemimpin dengan mengesampingkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin yang semuanya itu merupakan cerminan bangsa Indonesia dari sejak dulu kala. Cita-cita menjadikan Negara Indonesia menjadi Negara yg kuat, maju, dan terkenal hingga ke pelosok dunia hanya akan omong kosong belaka apabila etika dan moral dikesampingkan. Yang mana etika dan moral merupakan ciri khas bangsa Indonesia dari sejak dulu kala. Masyarakat harus cerdas melihat fenomena kekinian di negeri tercinta pada hari ini. Pertanyakan kembali Visi dan Misi baik kendaraan politik dan pribadi mereka. Karna terasa omong kosong belaka secara fakta di lapangan bahwasanya Visi dan Misi yang di gemborkan baik secara tertulis maupun lisan yang melalui kampanye bertolak belakang dengan apa yg terlihat. Di penghujung kata, penulis berharap agar masyarakat untuk lebih jeli didalam memepercayakan hak pilih nya kepada para pemburu suara yg akan menjadikan mereka dapat duduk di kursi hangat negeri ini.